Jumat, 04 April 2008

Menuju Kota Metropolis

Menuju Kota MetropolisKetika sebuah kota gencar mendirikan pusat-pusat perbelanjaan atau mal, wajar jika sebagaian kalangan terutama pemerhati sekaligus masyarakat kecil khawatir. Mereka takut ditinggalkan, bahkan takut terpinggirkan. Suara-suara kritis bermunculan, Wali Kota Tegal, Adi Winarso, diminta tidak hanya memerhatikan kalangan berduit. Tetapi, ia juga harus memerhatikan pengusaha kecil, baik pedagang pasar tradisional, kaki lima, maupun asongan.

Perjalanan Pemkot mewujud Tegal Metropolis tidak mulus. Kritis bermunculan sehubungan gencarnya serbuan perbelanjaan di kota yang dikenal dengan Jepang-nya Indonesia itu. Se`bagaian masyarakat menilai Pemkot tidak sensitive pada nasib rakyat kecil karena keberadaan mal hanya akan membuat jurang pemisah antara kaya dan miskin semakin lebar.

Akan tetapi, hal tersebut dibantah Kepala Kantor Informasi dan Humas Kota Tegal, Soemito. Ia menjelaskan bahwa keberadaan 2tiga pusat perbelanjaan baru tersebut tidaj bakal menggeser fungsi pasar tradisional layak dipertahankan, bahkan diperbaiki bangunan fisiknya.

Selain memperbaiki pasar tradisional, jelas Soemito, Pemkot juga mendorong tumbuhnya Kota Tegal di malam hari melalui kehadiran penjual makanan lesehan. Selain di alun-alun, kini pusat lesehan mulai bertebaran di pinggir jalan-jalan protocol, seperti Jalan Ahmad Yani dan Jalan Jendral Soedirman dan sekitarnya.

(Adif L.)

Tidak ada komentar: